Sebenarnya Stephen Chow sudah mulai menyutradarai film sendiri sejak tahun 1999 lewat filmnya King of Comedy. Namun namanya lebih dikenal luas melalui filmnya Shaolin Soccer (SS) di tahun 2001.
Sejak SS, lalu berlanjut pada Kungfu Hustle (KH) di tahun 2004, Chow membuat penikmat film mengenal adegan-adegan kung-fu hiperbolis. Misalnya bagaimana seseorang bisa menendang bola sepak dari jarak jauh, dan bahkan membuat bisa membuat tiang gawang ikut roboh. Juga bagaimana seseorang bisa menangkis sebuah peluru yang ditembakkan hanya dengan jarinya.
Memang adegan hiperbolis seperti ini pernah muncul di The Matrix yang dirilis lebih dulu dari kedua film itu, yakni di tahun 1999. Tetapi bedanya, di kedua film Chow ada satu “bumbu” lagi yang menambah cita rasanya: adegan komedi slapstick.
Berbeda dengan The Matrix yang meninggalkan kesan serius, kedua film Chow justru lebih banyak meninggalkan gelak tawa. Adegan slapstick bela diri sendiri dikatakan memang menjadi mise-en-scene, “ciri” gaya penyutradaraan Chow. Ia juga sering menggunakan cartoon-style dengan efek CGI untuk adegan pertarungan bela diri di filmnya.
Penggunaan adegan slapstick sendiri menurut Chow banyak diinspirasi dari Charlie Chaplin, yang diakuinya ia telah menjadi fan sejak kecil. Chow pernah mengungkapkan dalam suatu wawancara tentang satu adegan Chaplin yang ia sukai : “The scene where he cooks and eats his shoe… it’s comedy, but its bittersweet.” Pernah juga dikatakan jika Hongkong mempunyai Chaplin, maka Chow inilah orangnya.
Chow juga beberapa kali menggunakan “bayangan” sebagai penggambaran adegan hiperbolis. Seperti dalam adegan saat bagaimana “musisi pembunuh” mampu menebas leher seekor kucing dan manusia pada akhirnya dengan alunan musik yang dimainkan pada KH. Ini juga muncul dalam CJ7, film Chow yang dirilis tahun 2007, saat CJ7 melawan anjing yang lebih besar darinya dengan gerakan kung-fu yang menakjubkan.
Tak hanya dari segi cara pengambilan gambar saja, Chow juga sering mengundang tawa penonton filmnya dengan memparodikan adegan-adegan dalam filmnya yang lebih dulu dirilis. Misalnya dalam KH, Chow memparodikan adegan SS yang dirilis lebih dahulu. Ada adegan saat Chow datang dengan lihainya memainkan bola di kakinya, lalu beberapa anak memintanya mengajari mereka.
Begitu pun di CJ7, beberapa adegan di SS dan KH juga diangkat. Ada adegan dimana Xiao Di menendang bola dari jarak jauh tapi mampu masuk ke gawang, bahkan sampai merusak tiang gawang yang mirip dengan adegan di SS. Sementara itu juga ada adegan saat Xiao Di terbang ke langit, menjejak elang raksasa, lalu jatuh kembali dengan pose yang sama seperti jurus “tapak Buddha” di KH.
Chow juga seringkali digambarkan sebagai sosok yang bodoh dan lugu, tetapi pada akhirnya hampir selalu bisa mendapatkan seorang gadis. Seperti dalam SS, Chow di akhir cerita hidup berbahagia dengan tokoh yang diperankan Vicky Zhao. Dalam KH, Chow juga akhirnya berhubungan baik dengan “gadis lolipop” yang diperankan Huang Sheng Yi. Juga dalam CJ7, Chow akhirnya dekat dengan guru Xiao Di yang baik hati diperankan oleh Kitty Zhang Yuqi.
Tapi jika ketiga film ini dicermati lebih dalam, maka terasa ada suatu hal baru yang ingin dicoba Chow setiap kali membuat film baru. Pada adegan Chow memainkan bola di KH muncul beberapa anak memintanya mengajari mereka, tapi Chow berkata “tak ada lagi sepak bola” sambil menginjak bola itu sampai kempis. Ini seperti Chow berusaha menunjukkan di film KH ini ia tidak sedang mengusung tema sepak bola lagi atau dengan kata lain, ia sedang mencoba mengangkat tema baru.
Demikian juga pada CJ7. Sejak awal saja sudah diperlihatkan tokoh utama film ini adalah anak-anak. Ini agak berbeda dengan film Stephen Chow lainnya. Biasanya dalam film-film garapannya, ia selalu berperan sebagai tokoh utama. Mungkin karena fokus film ini juga ada pada kemunculan ”mainan alien” yang ajaib, maka tokoh utama pun diserahkan pada anak-anak dan Chow pun menjadi “nomor dua”.
Setting lokasi dan waktu sendiri untuk ketiga filmnya itu juga berubah-ubah. Jika pada SS, Chow seolah mengajak penonton melihat dunia masa kini yang masyarakatnya sibuk dengan urusan masing-masing. Pada KH lain lagi. Chow seolah mengajak penonton kembali ke masa lalu, ke jaman era tahun 60-an dari gaya berpakaian dan mobil yang digunakan aktornya. Lalu di CJ7, Chow memasukkan unsur baru lagi, yakni science fiction melalui tambahan unsur alien di dalamnya.
Dari segi tema CJ7 memang menampilkan tema yang hampir sama dengan SS dan KH: persahabatan dan kemiskinan. Di CJ7 ini juga digambarkan bagaimana jurang kemiskinan dan kekayaan. Bagaimana orang miskin berusaha menjadi kaya dan hidup nyaman, dan harus melewati perjuangan yang berat dengan beberapa orang (atau dalam CJ7 : mainan alien) “baik” yang mendukungnya. Tapi dalam CJ7, Chow mengulas lebih dalam dua tema ini dengan memberi penekanan drama pada tema tambahan keluarga. Lebih menonjolkan sisi melankolis dibandingkan SS dan KH.
Penggunaan tema kemiskinan sendiri dikatakan Chow berasal dari masa kecil Chow sendiri yang juga dibesarkan dalam kemiskinan. Adegan CJ7 saat Xiao Di meminta mainan mahal tapi ayahnya tidak dapat memenuhinya, juga berasal dari pengalaman Chow kecil. Chow sendiri mengatakan CJ7 diinspirasi dari komik dan robot mainan ETExtra-Terrestrial), film garapan Stephen Spielberg, yang menurut Chow meninggalkan impresi mendalam padanya. “How it evoked so many emotions in the audience… all this happiness and sadness throughout one film,” kata Chow (dalam suatu wawancara).
Saat SS mulai diterima Hollywood dan bisa dinikmati penonton Amerika, beberapa juga mengkritik penggambaran Chow yang dikatakan agak ekstrim dalam memunculkan “kemiskinan”. Juga saat beberapa kali saat Chow menampilkan perlakuan kasar seperti ejekan pada orang yang “berbeda” (misalnya dalam CJ7 : anak perempuan SD yang gendut dan tinggi besar yang sering dihina anak-anak SD lainnya). Tetapi suatu budaya yang ditampilkan tentu kembali lagi pada budaya Chow dibesarkan.
Dari film-filmnya, Chow seolah ingin menunjukkan bagaimana pandangannya dalam tema-tema tersebut. Ia pernah berkata: "I was someone who kept talking about method acting and Al Pacino or Robert De Niro." Ia punya ide-ide dalam pikirannya dan memikirkan bagaimana membuat ide itu tervisualisasikan.
Saat ia memulai film SS, Chow juga sempat khawatir filmnya ini tidak akan laris di pasaran. "The ones I make before are not that good. So this one I think, it's gotta be great or I'll die!" pikirnya waktu itu.
Bagaimana akhirnya ia dapat berhasil memvisualisasikan idenya itu dalam film-filmnya, membuat penonton mengenal dunia Chow, dunia hiperbolis kung-fu dengan bumbu komedi dan tambahan tema-tema lainnya yang dipadu menjadi satu. Layaknya naik roller coaster. Kinda feel liltle bit dizzy, but also excited! Memasuki dunia Chow, yang pasti kita harus siap tertawa.
(~diambil dari tugas satu diantara mata kuliah yang pernah saya ambil~ ^_^ v )